Minggu, Juni 22, 2008

Di Zurich, Ballet Menyala Kembali


Sejak masa imperium Romawi, kurang lebih 90 tahun setelah Yesus mangkat, Zurich telah dikenal sebagai salah satu kota paling makmur di Eropa. Ia merupakan situs sirkulasi pajak daerah taklukkan. Ia juga pusat percetakan uang dan markas besar bea cukai. Keluarga Manesse yang memerintah Swiss antara tahun 1304 hingga 1340 terus mempertahankan peran tersebut. Tidak heran peningkatan kesejahteraan penduduknya selalu di atas rata-rata tetangganya di Eropa daratan.

Hingga millenium ini, untuk masalah jaminan kehidupan, warga Zurich boleh tetap menepuk dada. Antara 2006 sampai 2008, Zurich menasbihkan diri sebagai kota dengan kualitas hidup terbaik di dunia. Zurich pun sangat multikultur. Ia adalah kota dunia. Dalam darah lebih kurang 370.000 orang Zurich, mengalir ras Jerman dan Italia, Albania serta Kosovo, untuk menyebut beberapa saja golongan yang paling besar.

Kesyahduan sungai Limmat menjadi cermin kedamaian, ketenangan serta keteraturan kota yang berada di negara paling “aman” di dunia, Swiss.

Bulan Juni tahun ini, wajah Zurich yang ayem sedikit berubah. Hajatan bola Piala Eropa, telah membawa kegairahan dan antusisme pada kota ini. Seperti dilaporkan berbagai jenis media massa, orang-orang dari penjuru Eropa, terutama Italia, Rumania dan Perancis tumpah ruah di bar dan area suporter yang tersedia. Bahkan jalanan dan stasiun bawah tanah begitu menyolok dengan hadirnya warna biru dan kuning, warga jersey tiga kesebelasan.

Stadion Letzigrund, memang beruntung menjadi tuan rumah untuk tiga pertandingan di pool neraka, Grup C. Sayang, publik Zurich tidak kesampaian untuk menikmati aksi Total Football Belanda menghabisi tiga raksasa, Italia, Perancis dan Romania. Stadion beratap pembangkit tenaga surya, Stade de Suisse Wankdorf, di Kota Bern, lebih mujur mendapat kehormatan, menyediakan lahan bagi team oranje untuk membinasakan dan mengubur lawan-lawannya dengan cara teramat cantik.

Meski begitu, Zurich tetap menyimpan memori istimewa. Pertandingan pamungkas di kota yang pernah ditinggali Albert Einstein dan Vladimir Lenin itu, menyuguhkan opera dengan lakon tumbangnya ayam jago uzur Perancis, dari juara dunia 2006 Italia. Walau dua gol kemenangan Azurri lahir tidak dari mekanisme serangan menawan, penalti Andrea Pirlo dan sepakan bebas Daniele de Rossi, lebih dari cukup untuk (sekali lagi) mengantar Italia lolos dari lubang jarum.
Meski Euro 2008 masih beberapa hari lagi. Pertunjukkan bola kaki sejatinya telah meninggalkan Zurich. Apalagi team Swiss juga sudah angkat kaki dari turnamen. Pentas opera, ballet dan teater yang “telah lama” melompong, kini bisa hiruk pikuk kembali.

*Gambar diambil dari sini

Tidak ada komentar: